0
Senin (27/7) siang, Nasmi Elda Syafrina (26), guru garis depan asal Padang, Sumatera Barat, seharusnya sudah berada di lokasi penempatannya di SMP di Tiomneri, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Esoknya, ia harus mulai mengajar. Namun, itu tertunda. Jembatan kayu kecil penghubung Tiom-Tiomneri putus.

Saat itu, hujan memutus jembatan kayu. Beberapa balok kayu patah dan sebuah truk terperosok ke dalam sungai.

Jembatan tersebut berjarak 10 menit menyusuri jalan berbukit dari Tiom, ibu kota Kabupaten Lanny Jaya. Jarak Tiom ke Tiomneri sekitar 30 menit menggunakan kendaraan.

Elda, guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu, sebenarnya sudah menunggu hari pertama mengajar. Dua pekan sebelumnya, dia tiba dari Wamena, Jayawijaya. Apa daya, karena jembatan putus, ia harus bersabar. Demikian pula para calon anak didiknya.

Jembatan putus itu membuat Elda dan 16 guru yang disebut guru garis depan karena mengajar di daerah-daerah terdepan, terpencil, dan terisolasi itu batal menuju lokasi penempatan. Mereka diantar Sekretaris Pemkab Lanny Jaya Christian Sohilait. Iringan dua kendaraan pengangkut guru-guru tersebut akhirnya harus "balik kanan". Hingga Selasa lalu, Elda dan beberapa temannya masih menunggu-nunggu kepastian penempatan masing-masing.

Jembatan di daerah itu, meskipun kecil dan berbahan kayu, sangat vital menopang distribusi dan transportasi barang dan jasa. "Begini sudah kami. Jembatan putus begini saja, rencana-rencana jadi kacau semua," kata Christian yang kemudian menginstruksikan sopir untuk mengalihkan perjalanan setelah melihat kondisi guru-guru di SMP 2 Tiom.

Kabupaten Lanny Jaya yang dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Lanny Jaya di Provinsi Papua beberapa pekan ini menjadi perhatian publik nasional.

Cuaca dingin ekstrem yang melanda daerah itu pada 3-5 Juli 2015 membuat pertanian masyarakat rusak. Belasan warga meninggal. Hujan salju turun di sejumlah daerah, menjadikan masyarakat di Distrik Kuyawage, Wano Barat, dan Goa Baliem di Lanny Jaya terancam kelaparan.

Foto: Nasmi Elda Syafrina [kiri]
Akses transportasi darat dan udara tidak hanya menghambat mobilitas warga. Minimnya akses dan kondisi alam yang berbukit-bukit juga menjadi kendala dalam penanganan bantuan.

Upaya pengiriman bantuan mau tak mau mengandalkan jalur udara, menggunakan pesawat kecil yang hanya bisa mendarat di Kuyawage. Berton-ton bantuan itu selanjutnya didistribusikan berjalan kaki ke 11 kampung di Kuyawage dan 8 kampung di Wano Barat. Di Goa Baliem, bantuan dikirim melalui Distrik Malagaineri untuk diambil masyarakat di tujuh kampung yang jarak tempuhnya bisa seharian berjalan kaki.

Itulah yang dilakukan belasan warga Kampung Wamiru, termasuk Etinus Wanena (37). Wamiru kampung terjauh di Goa Baliem. Etinus berangkat subuh dan baru tiba di lokasi penyerahan bantuan pada petang hari. Bekal makanan pun hanya air putih dan sedikit ubi tak segar.

Persoalan baru datang setelah bantuan diterima karena mereka harus memanggul karung beras seberat 50 kilogram dan melalui jalan tanah turun naik. Tak mengherankan jika baru berjalan 25 menit, Etinus beristirahat. Napasnya tersengal.

Faktor keamanan

Sebagian masyarakat mendesak agar bantuan bahan pokok dan perbekalan keluarga bisa dikirim langsung ke kampung-kampung. Dengan begitu, warga yang kekurangan makan tak perlu berletih-letih mengangkut karung beras 50 kilogram berjam-jam.

Namun, penggunaan helikopter membutuhkan biaya mahal. Itu pun dengan kemampuan angkut yang lebih rendah dibandingkan pesawat-pesawat kecil. Informasinya, biaya sewa pesawat dari Tiom ke Kuyawage berkisar Rp 21 juta-Rp 27 juta. Perjalanan udara sekitar 30 menit sekali jalan. Biaya sewa (carter) helikopter swasta mencapai Rp 4 miliar sebulan.

Pendidikan merupakan investasi bagi masa depan bangsa, termasuk di Papua yang selama ini kualitas sumberdaya manusianya masih tertinggal dibanding daerah lain di Nusantara. Ketersediaan dan kehadiran guru di sekolah pun menjadi pekerjaan rumah bagi Kabupaten Lanny Jaya, Papua, yang pada tahun 2008 dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya.

Bagaimana jika menggunakan helikopter TNI dan polisi? Warga setempat tak menghendakinya. Saat Kompas mengikuti Ketua DPRD Lanny Jaya Terius Yigibalom mengunjungi Kuyawage, dengan bahasa suku Lanny, warga di sana mewanti-wanti pemerintah agar tak melibatkan tentara dan polisi ataupun peralatan mereka dalam penanganan bantuan.

"Daerah itu terkenal sebagai daerah 'merah'," kata Christian. Maksud daerah merah dikaitkan dengan ketidakamanan. Daerah itu dikaitkan dengan keberadaan kelompok bersenjata pimpinan Purom Wenda yang mencakup Pegunungan Tengah.

Keberadaan kelompok itu pula yang disebut-sebut membuat pembangunan jalan di Lanny Jaya terkendala. Aktivitas kelompok bersenjata itu menyandera pekerja pembuatan jalan (Kompas, 12 Mei 2015). Setidaknya 10 anggota TNI/Polri tewas diserang di Lanny Jaya sepanjang 2011-2015.

Kondisi politik dan keamanan Lanny Jaya juga pernah memaksa guru-guru Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (SM3T) terpaksa dipulangkan sebelum selesai kontrak. "Cerita Lanny Jaya daerah merah ini dari kakak-kakak senior SM3T," kata Jenopa Pardosi (25), guru SM3T dari Universitas Negeri Medan, yang setahun terakhir bertugas di SMP 2 Tiom.

Ia juga pernah diungsikan saat terjadi penembakan di Distrik Pirime tahun lalu. Distrik itu dilintasi jalur utama Tiom-Wamena sejauh hampir 100 kilometer yang sebagian besar ruas jalannya masih berupa perkerasan. Tahun lalu, waktu tempuh melalui jalur ini mencapai 4-5 jam karena kendala lumpur. Kini, jalur ini ditempuh sekitar 2,5 jam setelah dilakukan perkerasan.

Tahun ini, Lanny Jaya menargetkan seluruh jalan antarkota distrik terhubung, bahkan terhubung dengan Ilu (Kabupaten Puncak Jaya), Ilaga (Kabupaten Puncak), dan Kabupaten Nduga. Pada tahun keempat ini, pemerintahan pasangan kepala daerah pertama Lanny Jaya, Bupati Befa Yigibalom dan Wakil Bupati Berthus Kogoya, masih berupaya menerobos 10 kilometer jalan Tiom-Malagaineri-Kuyawage yang hingga kini belum terbuka.

Lanny Jaya belum seindah namanya. Doa tentang kejayaan warga masih harus diwujudkan dengan segala daya-upaya. Sebelum akses jalan, pendidikan, dan kemandirian pangan terwujud, pemerintah harus mampu memenangi hati warganya. Jangan lagi jembatan kecil memutus mimpi dan harapan guru serta anak didik, masa depan bangsa.

Referensi:

Sumber: jikti.bakti
Contributor: RiniI ndayani
Link berita: visit now

Posting Komentar Blogger

 
Top