Ya, perempuan bernama lengkap Muslimah Hafsari itu adalah pendidik pertama para murid “Laskar Pelangi” di Belitung. Daerah tempatnya mengajar termasuk daerah tertinggal. Pendidikan bukan menjadi prioritas di daerah tersebut. Bahkan, sekolah tempat mengajar Muslimah sempat hampir ditutup karena kekurangan murid. Namun demikian, keterbatasan tidak menyurutkan semangat dan keikhlasannya dalam mendidik murid. Muslimah adalah salah satu figur guru yang pada akhirnya menginspirasi Indonesia.
Pada saat awal mengajar, Muslimah menerima gaji hanya sebesar Rp 7.000 per bulan atau bahkan kadang-kadang tidak menerima sepeser pun. Namun, itu tidak lantas mengikis spirit pengabdiannya. Ketulusan dan kasih sayangnya dalam mendidik akhirnya mengantarkan salah satu muridnya, yaitu Andrea Hirata, menjadi “orang”.
Setting sosial ekonomi dalam Laskar Pelangi adalah gambaran umum dari daerah-daerah yang masih tertinggal di Indonesia. Kemiskinan membelit masyarakat daerah tersebutseperti spiral yang mengisap, tidak bisa keluar. Jangankan untuk menyekolahkan anak, untuk bertahan hidup saja sulitnya bukan main. Seperti diceritakan dalam Laskar Pelangi, murid Muslimah bernama Lintang, tak bisa menghindari kenyataan pahit. Murid yang pintar itu terpaksa berhenti sekolah karena harus membantu ekonomi keluarga.
Foto: Kompasiana |
Cerita Muslimah dan murid-muridnya tentu tak boleh terus berulang. Itu sebabnya, pemerintah meluncurkan program Guru Garis Depan (GGD). Program ini menjadi salah satu cara untuk menyebar guru ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Cara ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah tersebut.
Pada tahun ini, sebanyak 798 GGD telah dikirim ke 28 kabupaten daerah 3T di seluruh Indonesia. Nantinya, setiap tahun akan disebar sekitar 3.500 GGD ke sejumlah daerah 3T. Meski mengajar di daerah 3T, bukan berarti para guru tersebut berkualitas ecek-ecek. Mereka justru memiliki kualifikasi akademik S1/D4. Mereka berkompeten dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu, mereka juga orang-orang terpilih yang mampu lolos seleksi CPNS.
Komitmen kuat dari pemerintah untuk memberdayakan para guru di daerah 3T tercermin dari penyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedanyang berencana menyiapkan insentif khusus. Insentif ini tidak hanya untuk GGD saja tapi berlaku juga untuk guru PNS daerah.
Selain untuk meningkatkan kualitas pendidikan, program GGD ini juga bertujuan memeratakan sebaran guru. Sebab, saat ini sebaran guru kurang timpang. Guru-guru bertumpuk di perkotaan, sementara di pedesaan kekurangan tenaga pendidik. Dalam konteks lebih besar, kesempatan daerah untuk bersaing atau minimal mengejar ketertinggalan kota dalam kesejahteraan tentu makin sulit.
Ke depan, pemerintah akan mengirim lagi sebanyak 3.500 guru ke daerah 3T. Mereka yang akan diberangkatkan ke daerah-daerah itu bukan berarti harus siap-siap menjalani kehidupan pilu seperti banyak diceritakan tentang nasib guru-guru di pelosok. Untuk menjamin tempat tinggal para guru kota yang mau dikirim ke daerah, pemerintah akan memberikan kemudahan mendapatkan perumahan. Sementara pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) guru diprioritaskan bagi tenaga pendidik di daerah 3T.
Cukupkah begitu saja? Tentu tidak. Keberhasilan program Guru Garis Depan tak mungkin digantungkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saja. Pihak lain seperti pemerintah daerah dan asosiasi profesi guru sangat dinantikan kontribusinya untuk mendukung program ini.
Pada 25 November lalu, Hari Guru diperingati di berbagai tempat. Mestinya peringatan itu dijadikan momentum untuk membangun kebersamaan dalam membenahi dunia pendidikan. Daripada berdebat soal eksistensi kelembagaan, para organisasi profesi guru sebaiknya bergandeng tangan memperbaiki kualitas tenaga pendidik demi terbangunnya pendidikan yang lebih bermutu. ***
Referensi:
Sumber: Kompasiana
Author: Renggo Warsito
Link berita: visit now
Pada tahun ini, sebanyak 798 GGD telah dikirim ke 28 kabupaten daerah 3T di seluruh Indonesia. Nantinya, setiap tahun akan disebar sekitar 3.500 GGD ke sejumlah daerah 3T. Meski mengajar di daerah 3T, bukan berarti para guru tersebut berkualitas ecek-ecek. Mereka justru memiliki kualifikasi akademik S1/D4. Mereka berkompeten dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu, mereka juga orang-orang terpilih yang mampu lolos seleksi CPNS.
Komitmen kuat dari pemerintah untuk memberdayakan para guru di daerah 3T tercermin dari penyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedanyang berencana menyiapkan insentif khusus. Insentif ini tidak hanya untuk GGD saja tapi berlaku juga untuk guru PNS daerah.
Selain untuk meningkatkan kualitas pendidikan, program GGD ini juga bertujuan memeratakan sebaran guru. Sebab, saat ini sebaran guru kurang timpang. Guru-guru bertumpuk di perkotaan, sementara di pedesaan kekurangan tenaga pendidik. Dalam konteks lebih besar, kesempatan daerah untuk bersaing atau minimal mengejar ketertinggalan kota dalam kesejahteraan tentu makin sulit.
Ke depan, pemerintah akan mengirim lagi sebanyak 3.500 guru ke daerah 3T. Mereka yang akan diberangkatkan ke daerah-daerah itu bukan berarti harus siap-siap menjalani kehidupan pilu seperti banyak diceritakan tentang nasib guru-guru di pelosok. Untuk menjamin tempat tinggal para guru kota yang mau dikirim ke daerah, pemerintah akan memberikan kemudahan mendapatkan perumahan. Sementara pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) guru diprioritaskan bagi tenaga pendidik di daerah 3T.
Cukupkah begitu saja? Tentu tidak. Keberhasilan program Guru Garis Depan tak mungkin digantungkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saja. Pihak lain seperti pemerintah daerah dan asosiasi profesi guru sangat dinantikan kontribusinya untuk mendukung program ini.
Pada 25 November lalu, Hari Guru diperingati di berbagai tempat. Mestinya peringatan itu dijadikan momentum untuk membangun kebersamaan dalam membenahi dunia pendidikan. Daripada berdebat soal eksistensi kelembagaan, para organisasi profesi guru sebaiknya bergandeng tangan memperbaiki kualitas tenaga pendidik demi terbangunnya pendidikan yang lebih bermutu. ***
Referensi:
Sumber: Kompasiana
Author: Renggo Warsito
Link berita: visit now
Posting Komentar Blogger Facebook
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.